Selasa, 08 Agustus 2017

Saya tidak Bersikap SARA dan Cinta Cina

TEMAN SMP saya banyak yang Cina. Teman SMA, juga. Teman kuliah di fakultas Psikologi tak terkecuali. Sekarangpun teman dan tetangga saya ada yang Cina. Kompleks perumahan kami bersebelahan persis dengan kompleks perumahan lumayan mewah, yang 95% penghuninya Cina.

Kalau beli kain di Pucang, penjualnya rata-rata Cina. Beli barang elektronik di Hartono atau Hi Tech Mall, atau Marina, rata-rata penjualnya Cina. Beli alat-alat listrik di dekat rumah, seperti kipas angin, setrika, atau colokan listrik; juga Cina.

Di Surabaya banyak warga Cina muslim, yang aktif di masjid Cheng Ho. Sepupu saya menikah dengan orang Cina, yang menjadi muallaf dan menjadi pendakwah Islam. Pendek kata, bertemu warga Cina dalam lalu lalang kehidupan sehari-hari, adalah hal biasa. Di jalan raya, di perdagangan, di kampus, di dunia kerja. Etnis Cina, Jawa, Madura, Arab, India, Batak; campur aduk tak terpisahkan sebagai satu koloni masyarakat Indonesia.

Pengagum Cina



Saya sungguh mengagumi budaya Cina. Lewat film-filmnya, terutama.

Ketika remaja, saya dan suami akrab dengan cerita silat berlatar budaya Cina, karya Asmaraman Kho Ping Ho. Film Pemanah Rajawali, Yoko, dan sederet film Cina saya suka. Once Upon a Time in China adalah film favorit saya dan suami, hingga berseri-seri. Laksamana Cheng Ho dan Wong Fei Hung adalah dua tokoh yang sangat saya kagumi, bahkan terbersit impian untuk membuat cerita Fei Hung versi saya.

Tahu Kungfu Hustle kan?

Kami sekeluarga bolak balik nonton film ini. Seru dan keren, kocak lagi!

Red Cliff 1 dan 2, jangan ditanya! Cursed of Golden Flower, Hero, Warrior Heaven and Earth, Painted Skin, The Guillotine, Call for Heroes; film-film Cina ini saya rekomendasikan buat teman-teman yang suka film sejarah. Vicky Zhao, Zhang Ziyi, Chow Yun Fat, Steven Chow, Donnie Yen termasuk bintang film favorit. Belakangan, nama Eddie Peng saya cari-cari di google lantaran aksinya dalam Call for Heroes demikian mengesankan.

Coba tengok rak buku kami.

Dragon Tales : Sejarah Tiongkok dari Dinasti Tang hingga Dinasti Qing, Kisah Tiga Kerajaan (Sam Kok), Cina Muslim di Jawa Abad XV & XVI, Wild Swan (Jung Chang), Rahasia Sukses Muslim China ( Wan Seng), Muslim di Amerika dan Cina, Battle Hymne of Tiger Mother (Amy Chua) adalah sedikit dari buku referensi tentang Cina yang kami punya.

Apa yang saya sampaikan ke anak-anak?

“Lihat tuh etos kerja orang Cina! Kalian harus tiru. Mereka hemat dan irit, nggak seperti kita orang Jawa yang suka menghamburkan uang.”

Bahkan saya banggakan teman-teman Cina muslim saya di hadapan anak-anak.

“Kalian tahu kan mas Syauqi dan mbak Levina? Mereka sebentar lagi pindah dekat rumah kita. Tahu nggak apa yang ditanyakan mbak Levina : bunda Sinta, mana sih pasar malam terdekat? Coba lihat, itulah gaya berpikir orang Cina. Bagaimana cara berdagang. Nanti kalau mbak Levina sudah buka toko, kalian belajar kerja sama mbak Levina ya!”

Saya ceritakan kepada anak-anak tentang jalur sutra. 5 kota mega yang pernah menjadi milik kaum muslimin : Xian, Aleppo, Merv, Mosul, Samarkand. Xian berada di Cina. Makam Saad bin Abi Waqqash pun berada di Ghuangzhou , Cina.

Bagi kami sekeluarga, dan saya yakin kaum muslimin pada umumnya, Cina dekat dengan kehidupan kaum muslimin. Tuntutlah ilmu hingga ke negeri Cina adalah pepatah masyhur, sebagian berpendapat ini hadits Nabi Saw, sebagian berpendapat ini pepatah para ulama.

Jadi sungguh, Cina, adalah sahabat kaum muslimin. Saudara kaum muslimin. Teman kaum muslimin. Hui, Uyghur, Tajik, Kazakh dan masih banyak lagi adalah suku Cina muslim yang kami cintai.

Benci Cina?

Apa kami benci Cina?

Naudzubillahi, tentu tidak! Perasaan saya demikian dekat dengan orang-orang Cina ketika berkesempatan datang ke Hong Kong beberapa kali, meski kata orang Mandarin dan Canton berbeda. Toh tetap Cina juga. Saya sholat di masjid Wanchai, Ammar Saddick, bertukar salam dengan warga Cina muslim. Saya mengagumi pasangan-pasangan tua Cina yang makan di kedai masjid Wancai. Pasangan-pasangan tua Cina demikian setia satu sama lain…ah.

Di rapat RT, beberapa tetangga kami Cina dan kami ngobrol dengan santai terkait masalah syukuran, 17 Agustusan, sampah, paving block dll.

Apakah kami benci orang selain muslim?

Naudzubillahi, sungguh Allah Swt membenci orang yang dzalim dan tidak adil. Bila kaum muslimin bersikap tidak adil terhadap non muslim; sudah jelas, Allah dan RasulNya menjadi wali bagi orang non muslim yang teraniaya. Maka, ketika terjadi proses pemurtadan terhadap satu wilayah misalnya, bukan kebencian terhadap non-muslim yang muncul. Sebaliknya, kaum muslimin merasa prihatin.

“Yah, gimana lagi. Orang-orang non muslim lebih peduli. Mereka memberi santunan beras, sembako, bantuan pendidikan dan lain-lain. Pantas saja saudara muslim yang miskin menjadi pindah keyakinan.”

Hampir tidak pernah dalam bahasan-bahsan kami muncul kebencian dengan niat mengenyahkan satu agama lain keluar Indonesia, hanya karena mayoritas warga Indonesia muslim. Ketika meletus anti Islam di negara lain, penindasan dan pembunuhan seperti warga Rohingya, tidak serta merta kaum muslimin di Indoensia membenci agama Buddha. Tidak serta merta mengusir warga Cina yang mayoritas berlainan keyakinan dengan kaum muslimin, walau warga Cina sebagian beragama Buddha, dimana para biksu dan warga Buddha di Myanmar menindas kaum muslimin.

Oleh: Sinta Yudisia
Ibu dan Penulis
Surabaya

0 komentar

Posting Komentar